Iklan VIP

Redaksi
Minggu, 14 Desember 2025, 20:06 WIB
Last Updated 2025-12-14T13:09:06Z
BersubsididaerahJatimPasuruanPupukWonorejo

Aroma Penyimpangan Pupuk Bersubsidi di Wonorejo, Gapoktan Jadi Sorotan

Foto: ilustrasi 

Pasuruan,Clickindonesiainfo.id — Praktik penjualan pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) kembali mencuat di Kabupaten Pasuruan. Dugaan tersebut mengarah kepada empat Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Lebaksari, Kecamatan Wonorejo, yakni Munir, Yunus, Gofar, dan Basori.

Berdasarkan keterangan para petani, pupuk bersubsidi jenis Urea dan Phonska diduga dijual jauh di atas ketentuan pemerintah. Pupuk Urea yang seharusnya dilepas sekitar Rp90.000 per sak (50 kg) dari kios resmi atau KUD, disebut-sebut dijual hingga Rp115.000 per sak. Sementara pupuk Phonska yang memiliki HET sekitar Rp92.000 per sak, dijual mencapai Rp120.000 per sak.

“Kalau tidak beli dengan harga segitu, ya tidak dapat pupuk. Bahkan kami dianjurkan membeli pupuk organik. Terpaksa kami ikuti karena butuh untuk tanaman,” ujar salah satu petani Desa Lebaksari yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Data yang dihimpun menyebutkan, setiap musim tanam Munir memperoleh jatah pupuk Urea sebanyak 13 ton. Jumlah tersebut setara dengan 13.000 kilogram atau sekitar 260 sak. Dengan selisih harga Rp25.000 per sak, maka potensi keuntungan dari pupuk Urea saja diduga mencapai Rp6,5 juta per musim tanam. Angka tersebut belum termasuk pupuk Phonska yang selisih harganya lebih besar. Jika praktik ini terjadi berulang setiap musim tanam, potensi keuntungan dapat mencapai puluhan juta rupiah per tahun.

Para petani mengaku tidak berani melakukan protes terbuka lantaran khawatir tidak mendapatkan jatah pupuk pada musim berikutnya. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan dan distribusi pupuk bersubsidi.

“Subsidi itu untuk membantu petani kecil, bukan untuk mencari keuntungan pribadi,” keluh petani lainnya.

Sementara itu, Munir selaku salah satu Ketua Gapoktan Desa Lebaksari membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan pihaknya tidak menjual pupuk bersubsidi di atas HET.
“Kami tidak menjual Rp115 ribu per sak, Pak. Tetap sesuai HET,” ujar Munir saat dikonfirmasi.

Perlu diketahui, penjualan pupuk bersubsidi di atas HET merupakan pelanggaran hukum serius karena pupuk bersubsidi termasuk barang dalam pengawasan negara. Para pelaku berpotensi dijerat Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.

Selain itu, tindakan tersebut juga melanggar Peraturan Menteri Pertanian tentang penyaluran pupuk bersubsidi yang secara tegas melarang penjualan di atas HET dan penyalahgunaan kewenangan distribusi. Jika terbukti dilakukan secara sengaja dan berulang, pelaku juga dapat dikenai Pasal 378 KUHP tentang penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dengan ancaman hukuman hingga empat tahun penjara. Bahkan, apabila ditemukan unsur kerugian negara, kasus ini dapat mengarah pada tindak pidana korupsi sesuai Undang-Undang Tipikor.

Hingga berita ini diturunkan, baru NIR selaku Ketua Gapoktan Desa Lebaksari yang memberikan klarifikasi. Upaya konfirmasi masih terus dilakukan kepada tiga Ketua Gapoktan lainnya.

Masyarakat mendesak Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, aparat penegak hukum, serta Satgas Pangan untuk segera turun tangan melakukan pemeriksaan dan menindak tegas jika dugaan tersebut terbukti, agar penyaluran pupuk bersubsidi benar-benar tepat sasaran dan tidak lagi merugikan petani.
(Jack)