Pasuruan,Clickindonesiainfo.id – Gelombang kritik terhadap Bea Cukai Pasuruan kian memuncak. Setelah rangkaian pemberitaan tajam soal pemusnahan barang ilegal senilai belasan miliar rupiah tanpa kejelasan proses hukum, kini LSM Trinusa resmi menyampaikan surat tembusan yang menegaskan akan melaporkan Bea Cukai Pasuruan ke Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan.
Dalam surat tersebut, Trinusa mencurigai bahwa prinsip ultimum remedium telah dijadikan tameng untuk menghindari proses pidana secara terbuka, diganti dengan sanksi administratif yang rawan diselewengkan. Bahkan, LSM ini menilai skema tersebut dapat menjadi ruang kompromi hukum yang menggerus keadilan dan menghapus efek jera.
“Ini bukan sekadar kebijakan administratif. Kami menduga ada pola sistematis yang membuka ruang kompromi dalam penyelesaian kasus pelanggaran cukai. Denda bisa dinego, hukum bisa dibungkam. DPR wajib turun,” tegas Erik, Ketua LSM Trinusa.
Trinusa juga mendesak agar seluruh proses penindakan dan nilai denda diaudit terbuka. Bila diabaikan, mereka akan mendorong pembentukan Pansus Khusus DPRD, serta membuka jalur komunikasi dengan Ombudsman dan KPK untuk menelusuri potensi pelanggaran etik dan hukum.
Praktisi Hukum: DPRD Tak Bisa Hanya Menjadi Penonton
Seorang praktisi hukum senior di Jawa Timur yang enggan disebutkan namanya menyebut ini sebagai uji integritas DPRD Kabupaten Pasuruan.
“Jika DPRD tidak segera bertindak atas laporan LSM dan kegelisahan publik, maka publik patut bertanya: apakah fungsi pengawasan masih hidup, atau sudah lumpuh?” ujarnya tajam.
Ia juga menegaskan bahwa prinsip ultimum remedium tidak boleh menjadi jalan pintas untuk menyelamatkan pelanggar hukum. “Kalau hukum bisa dinegosiasikan di balik meja, untuk apa aparat penegak hukum diberi mandat?” lanjutnya.
Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, Bea Cukai Pasuruan belum memberi tanggapan resmi. Humas Bea Cukai sebelumnya menyatakan surat LSM telah diterima dan sedang diproses, namun setelah surat kedua dikirim—yang secara eksplisit menyebut DPRD sebagai tujuan laporan—Bea Cukai masih memilih diam.
Diamnya lembaga negara di tengah derasnya desakan masyarakat sipil justru menambah kecurigaan: Apakah ultimum remedium sedang menjelma menjadi instrumen kompromi hukum yang dilegalkan?
Pewarta: Saiful Anwar