Batam – Aktivitas mega proyek milik PT. LAB yang disebut masih berada di bawah naungan PT. Arsikon kembali menuai sorotan. Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, proyek tersebut diduga tidak mengantongi izin lengkap, bahkan tidak ditemukan plang proyek resmi sebagaimana mestinya untuk proyek berskala besar.
Ketika awak media menanyakan perihal legalitas kegiatan di lokasi, seorang pekerja justru terkesan menghindari pertanyaan.
“Kami hanya kerja, Bang. Soal izin dan yang lain, tanya saja ke yang di plang itu,” ujarnya sambil menunjuk papan nama kuasa hukum tersebut.
Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar: ada apa dengan proyek ini?
Dugaan semakin kuat bahwa proyek tersebut tidak memiliki dokumen lingkungan seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), UKL-UPL (Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan), maupun SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan).
Padahal, dokumen lingkungan merupakan syarat wajib untuk setiap kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
Dugaan Pelanggaran terhadap Lingkungan dan Mangrove
Hasil pantauan di lapangan menemukan adanya indikasi kerusakan kawasan mangrove akibat aktivitas proyek, termasuk penimbunan lahan di sekitar area tersebut. Bila benar terjadi, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai perusakan ekosistem mangrove, yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Lingkungan Hidup serta Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Menurut Pasal 98 dan 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, pihak yang melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan dapat dipidana:
Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun,
serta denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Selain itu, kerusakan terhadap ekosistem mangrove diatur dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH yang melarang perusakan fungsi kawasan lindung. Pelanggar dapat dijerat Pasal 98 ayat (1) dengan ancaman:
Pidana penjara 3 sampai 10 tahun,
serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.
Indikasi Tenaga Kerja Asing Ilegal
Seorang warga sekitar, NZ (34), turut menyampaikan keluhan dan dugaan aktivitas ilegal tersebut.
“Proyek ini kayaknya ilegal, Bang. Debunya parah dan kami warga sekitar terdampak,” ungkap NZ.
“Kami juga pernah lihat ada orang asing kerja di situ, padahal kerjaannya kasar yang sebenarnya bisa dikerjakan warga lokal,” tambahnya.
Apabila benar terdapat pekerja asing yang melakukan pekerjaan kasar tanpa izin kerja, hal tersebut dapat melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023).
Berdasarkan Pasal 122 huruf a UU Keimigrasian,
Setiap orang asing yang menyalahgunakan izin tinggal atau bekerja tanpa izin resmi dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
Kewajiban Perizinan dan Instansi yang Akan Kami konfirmasi
Untuk proyek dengan potensi dampak besar terhadap lingkungan dan penggunaan tenaga kerja asing, sejumlah izin wajib dimiliki, di antaranya:
Izin Lokasi dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) – Dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN atau BP Batam.
Izin Lingkungan (AMDAL/UKL-UPL/SPPL) – Dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam / KLHK.
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) – Dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Disperkimtan).
Izin Penggunaan Tenaga Kerja Asing (IMTA) – Dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Batam dan Imigrasi Kelas I Khusus Batam.
Langkah Investigatif Selanjutnya
Hingga berita ini diterbitkan, tim redaksi masih melakukan investigasi mendalam untuk memastikan status legalitas proyek serta menelusuri pihak penanggung jawab utama.
Media ini juga akan mengajukan konfirmasi resmi kepada:
Pemilik lahan dan pengelola proyek,
BP Batam,
Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam,
Dinas Tenaga Kerja dan Imigrasi, serta
Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera melakukan sidak dan audit perizinan atas proyek yang diduga ilegal ini.
(Gunawan)