Iklan VIP

Redaksi
Rabu, 30 Juli 2025, 17:39 WIB
Last Updated 2025-07-30T10:41:08Z

[Cabdin 1]"Ratusan Juta Bocor dari Dana Pendidikan: Jejak Rente di Balik E-Purchasing"




Pasuruan,Clickindonesiainfo.id - Belanja alat teknologi di sejumlah sekolah negeri wilayah Pasuruan sepanjang tahun 2024 menyisakan tanda tanya besar. Modusnya legal, metodenya resmi, namun harga yang dibayar jauh di atas pasar.

Investigasi awal yang dilakukan menunjukkan pemborosan anggaran dalam belanja perangkat TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dengan metode e-purchasing di bawah kewenangan Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Pasuruan. Anggaran yang berasal dari APBD Provinsi Jawa Timur ini digunakan untuk membeli komputer dan laptop premium di berbagai sekolah, namun nilai pembeliannya memicu dugaan mark-up.

Di salah satu sekolah negeri  misalnya, pembelian 12 unit komputer dan 2 unit laptop premium menelan anggaran Rp250 juta. Padahal, berdasarkan spesifikasi barang yang diunggah dalam e-katalog, ditemukan indikasi harga jauh melebihi harga pasar. Perangkat dengan prosesor i7 generasi 12, RAM 16GB, SSD 512GB, dan VGA GT730 dilego seolah-olah produk premium, meski di pasaran perangkat serupa bisa diperoleh dengan harga jauh lebih murah.

Begitu pula di SMAN 3 Kota Pasuruan yang membeli 2 unit laptop dengan harga Rp53 juta. Unit yang dimaksud adalah Lenovo 2-in-1 Core i7 Gen-7 (seri baru namun non-high-end), yang di pasaran daring dijual dengan harga Rp17–19 juta per unit.

Konfirmasi ke salah satu pihak sekolah mengungkap fakta menarik.
"Kami hanya klik barang yang muncul di sistem, itu sudah standar harga dari SIPD. Jadi sekolah tidak punya pilihan," ujar salah satu sumber di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan negeri.

Pihak sekolah juga membenarkan bahwa harga yang dibayar lebih tinggi dari harga pasar, namun mereka mengklaim hanya mengikuti sistem dan arahan dari Cabdin, termasuk dalam penunjukan rekanan penyedia barang.

Sumber dana pengadaan ini berasal dari BPOPP (Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan), yang seharusnya digunakan untuk menunjang kebutuhan riil pendidikan. Alih-alih efisien, sistem e-purchasing justru menjadi pintu masuk praktik rente yang terlegitimasi oleh platform resmi.

Seorang pegiat antikorupsi  menyebut pola ini sebagai "korupsi formal".
"Hukum memperbolehkan pembelian melalui sistem, tapi praktiknya bisa disusupi rente. Barang masuk sekolah, tapi anggaran digelembungkan. Ini perampokan dalam jas birokrasi," katanya.

Ia mendesak para pegiat antikorupsi dan aktivis pendidikan untuk segera turun tangan.
"Datangi sekolah-sekolah. Minta lihat barangnya. Cocokkan dengan spesifikasinya. Kalau memang tidak ada korupsi, sekolah tak perlu takut untuk terbuka kepada publik. Tapi kalau barangnya tak sepadan dengan harga, itu jelas sinyal bahaya."

Hingga berita ini diterbitkan, Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Pasuruan belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi melalui pesan singkat belum mendapat balasan.

Serial ini akan terus berlanjut dengan menyoroti pola dan aktor di balik penggelembungan harga dalam belanja TIK sekolah.(Ipung)