Iklan VIP

Redaksi
Selasa, 01 Juli 2025, 19:53 WIB
Last Updated 2025-07-01T12:54:10Z

Sidang TPPO PT. NSP Disorot, Komnas LP-KPK Desak Kejaksaan Kembalikan Dokumen Resmi PMI



MALANG,Clickindonesiainfo.id – Sidang dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan PT. NSP dengan Nomor Perkara 128/Pid.Sus/2025/PN Mlg terus menjadi sorotan. Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) menyoroti penahanan dokumen resmi milik para Pekerja Migran Indonesia (PMI) oleh pihak Kejaksaan.

Ketua Komnas LP-KPK Cabang Kota Malang, Ferry Runtuwene, yang juga Purnawirawan TNI AD, menegaskan bahwa para PMI yang bersangkutan telah memiliki dokumen lengkap sesuai ketentuan Pasal 13 UU No.18 Tahun 2017. Ia meminta agar dokumen tersebut segera dikembalikan agar proses penempatan kerja dapat dilanjutkan.

> “Kami mendesak agar Kejaksaan mengembalikan dokumen para PMI yang telah lengkap dan sesuai aturan. Mereka berhak diberangkatkan, sesuai dengan amanat undang-undang,” tegas Ferry kepada awak media, Selasa (1/7/2025).



Ferry juga mengingatkan aparat penegak hukum, baik dari kepolisian, kejaksaan, maupun kehakiman, agar tidak menghalangi keberangkatan PMI yang telah memenuhi persyaratan. Ia menekankan adanya sanksi pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 84 Ayat 2 UU No.18 Tahun 2017, yaitu pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

Sementara itu, Wasekjend I Komnas LP-KPK, Amri Piliang, SH, meminta Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) turun tangan memberi perlindungan kepada para PMI dan P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) yang telah menjalani proses secara resmi dan tercatat dalam sistem Siskop2MI.

> “PMI PT. NSP telah diverifikasi dokumennya oleh Disnaker dan BP2MI, bahkan sebagian telah ikut Orientasi Pra Penempatan (OPP) dan memiliki tiket ke Hongkong. Namun justru digerebek dan diproses seolah ilegal. Ini janggal dan patut diduga ada upaya kriminalisasi,” jelas Amri.



Akibat penggerebekan tersebut, para PMI gagal berangkat sejak delapan bulan lalu. Padahal mereka telah dijadwalkan untuk bekerja dengan gaji bulanan mencapai Rp10 juta. Penahanan dokumen oleh kejaksaan disebut merugikan mereka secara ekonomi dan sosial.

Amri menambahkan, penyidik seharusnya mengonfirmasi proses penempatan kepada BP3MI agar tidak salah menangani kasus. Jika tidak, hal ini berpotensi menjadi bentuk pelanggaran hukum oleh aparat sendiri.

> “Kalau tidak ditertibkan, semua PMI resmi pun bisa dianggap ilegal. Kami minta BP2MI segera edukasi aparat agar tidak asal menggunakan pasal. Jangan sampai jadi alat menekan yang berujung pada perbuatan melawan hukum,” tegasnya.(Joko/red)