Clickindonesiainfo.idSkandal mafia tanah kembali menyeruak di Kota Batam. Kali ini melibatkan kediaman sah milik warga, Ida Julyana, di Jalan Anggrek Dalam No. 12, RT 001/RW 001, Kelurahan Baloi Indah, Kecamatan Lubuk Baja. Rumah yang tengah dalam sengketa itu dieksekusi paksa, lalu tiba-tiba sertifikatnya beralih nama ke tangan seorang rentenir bernama Rusdi.
Yang lebih menjijikkan, praktik kotor ini tidak berhenti di meja pengadilan. PT Harmoni Properti Batam bersama AREBI (Asosiasi Real Estate Broker Indonesia) diduga ikut menjadi kaki tangan mafia tanah dengan terang-terangan menjual rumah sengketa tersebut. Tindakan yang bukan hanya melanggar hukum, tapi juga menampar akal sehat publik.
Peralihan sertifikat rumah Ida Julyana ke nama Rusdi sarat dengan kejanggalan: hutang-piutang kecil dibengkakkan, dokumen dimanipulasi, lalu pengadilan memberi stempel “sah” untuk merampas aset warga. Lebih parahnya lagi, agen properti justru diberikan karpet merah untuk memperjualbelikan rumah yang jelas-jelas masih dalam sengketa.
“Ini bukan pelanggaran biasa. Ini adalah kejahatan yang terstruktur, sistematis, dan terorganisir. Mafia tanah tidak mungkin bisa bergerak tanpa restu dari pihak-pihak tertentu yang menutup mata dan memberi jalan,” ungkap seorang pemerhati hukum di Batam.
Keterlibatan PT Harmoni Properti Batam dan AREBI dalam praktik menjual rumah sengketa menjadi bukti nyata betapa bobroknya sistem pengawasan properti di Batam. Bukannya melindungi hak warga, mereka justru menjadi mesin penghisap keuntungan dari penderitaan rakyat.
Aparat penegak hukum tidak bisa lagi berpura-pura buta dan tuli. Polisi, Kejaksaan, dan KPK harus turun tangan untuk membongkar skandal ini. Jika dibiarkan, Batam akan semakin menjadi surga mafia tanah, di mana rumah rakyat bisa disulap menjadi “sah” milik rentenir hanya dengan permainan kertas dan cap pengadilan.
PT Harmoni Properti Batam dan AREBI harus segera diproses secara hukum. Membiarkan mereka melenggang adalah bentuk pengkhianatan terhadap rasa keadilan masyarakat. Rumah yang sementara sengketa tidak bisa, dan tidak boleh, diperjualbelikan. Itu bukan hanya penyalahgunaan kewenangan, melainkan tindak kriminal yang harus diseret ke meja hijau.
Skandal ini menjadi bukti telanjang: mafia tanah di Batam bergerak dengan jaringan kuat, dari pengadilan, rentenir, hingga agen properti. Pertanyaannya, sampai kapan rakyat kecil
harus jadi korban?
(Gunawan/Tim)