Batam – Aktivitas proyek milik PT Tanjung Gundap Perkasa di kawasan pesisir yang bersebelahan dengan PT Galangan Kapal Marcopolo, diduga kuat mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove. Dugaan tersebut mencuat setelah tim media melakukan investigasi lapangan pada Selasa (14/10/2025) dan menemukan adanya aktivitas penimbunan lahan di area vegetasi mangrove.
Di lokasi, tampak satu unit alat berat tengah beroperasi meratakan tanah. Sementara itu, terpasang papan bertuliskan “Lahan ini Milik PT Tanjung Gundap Perkasa, Penetapan Lokasi (PL) No. 221020022.”
Namun, tidak terlihat papan proyek resmi yang menjelaskan izin kegiatan, jenis pembangunan, ataupun nama kontraktor pelaksana.
Tim media sempat menunggu di lokasi untuk menemui pihak pengelola proyek, namun tidak ada perwakilan perusahaan selain operator alat berat, selain operator tidak ada yang dapat dimintai keterangan. Beberapa warga sekitar yang melintas di lokasi mengaku tidak mengetahui secara pasti peruntukan proyek tersebut, namun merasa terganggu oleh aktivitas dan dampak dari penimbunan yang berlangsung.
“Kami tidak tahu jelas pak soal proyek ini, tapi ya agak terganggu juga karena suara alat berat dan debunya,” ujar salah satu warga sekitar.
Minimnya transparansi terkait proyek dan Dugaan Pelanggaran
Minimnya keterbukaan informasi publik dari pihak perusahaan menimbulkan pertanyaan besar.
Padahal, kegiatan semacam ini—terutama yang menyentuh kawasan pesisir dan mangrove—wajib disertai izin lingkungan dan informasi terbuka kepada masyarakat.
Papan proyek menjadi salah satu bentuk transparansi agar publik mengetahui legalitas kegiatan yang dilakukan.
Apabila benar aktivitas tersebut mencakup penimbunan area mangrove tanpa izin yang sah, maka tindakan itu berpotensi melanggar undang-undang lingkungan hidup dan konservasi pesisir.
Dasar Hukum Perlindungan Ekosistem Mangrove
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
Pasal 69 ayat (1) huruf a dan b:
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pasal 98 ayat (1):
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup, diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014
Pasal 35 huruf e dan f:
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove dan menimbun lahan di kawasan pesisir tanpa izin.
Pasal 73 ayat (1):
Pelanggaran terhadap larangan tersebut dapat dikenai pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023
tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Mengatur bahwa kegiatan pemanfaatan ruang pada ekosistem mangrove harus mendapat izin dari pemerintah serta tidak boleh mengubah fungsi lindung kawasan mangrove.
Pasal 45 ayat (1) menegaskan bahwa setiap pihak yang menyebabkan kerusakan mangrove wajib melakukan pemulihan lingkungan.
Perlu Pengawasan dan Konfirmasi Instansi Terkait
Tim media akan menindaklanjuti temuan ini dengan melakukan konfirmasi dan permintaan klarifikasi kepada instansi berwenang, antara lain:
✓.DLH Kota Batam (Dinas Lingkungan Hidup),
✓.Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau,
✓.Badan Pengusahaan (BP) Batam,
✓.Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta
✓.Ditreskrimsus Polda Kepri.
Langkah ini penting untuk memastikan apakah aktivitas proyek tersebut telah memiliki izin resmi, termasuk dokumen AMDAL/UKL-UPL, serta untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran hukum terhadap ekosistem mangrove yang dilindungi negara.
(Gun)






