| Foto: Komnas LP-KPK |
Polemik soal nasib P3MI kembali memanas. Sebuah pernyataan kontroversial yang dilontarkan di gedung parlemen mendadak menyulut reaksi keras para pemerhati pekerja migran. Bukan hanya dianggap menyesatkan, pernyataan itu bahkan dinilai berpotensi mengganggu tata kelola penempatan PMI di Indonesia. Di tengah tensi panas tersebut, Komnas LP-KPK turun tangan dan memberikan respons tegas.
Jakarta,Clickindonesiainfo.id - Pernyataan Ketua Umum DPP F-BUMINU Sarbumusi, Ali Nurdin, yang mengusulkan pembubaran Pelaksana Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dalam rapat Panja Baleg DPR RI pada Rabu (19/11/2025) memicu reaksi keras dari berbagai pihak.
Wakil Ketua Umum Komnas Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK), Adv. Amri Abdi Piliang, menilai pernyataan tersebut tidak mencerminkan suara organisasi maupun pekerja migran.
“Pernyataan itu pendapat pribadi, bukan sikap organisasi,” tegas Amri, yang juga Dewan Pakar DPP F-BUMINU Sarbumusi dan alumni Lemhanas PPNK 205/2024.
Ali Nurdin sebelumnya menyatakan bahwa usulan pembubaran P3MI didasarkan pada teori governance modern, menyebut negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, Jerman, dan Kanada tidak menyerahkan fungsi inti migrasi kepada swasta. Pernyataan ini membuat para pemerhati pekerja migran ikut angkat bicara.
Amri balik menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara-negara tersebut.
“Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia dan salah satu pemasok pekerja migran terbesar. Kondisinya berbeda. Justru peran swasta harus diperkuat, sementara pemerintah cukup menjadi wasit, bukan ikut turun jadi pemain,” katanya.
Ia bahkan menilai usulan pembubaran P3MI sarat emosional.
“Jangan karena proposal tidak ditanggapi lalu mengusulkan pembubaran. Itu bukan kajian ilmiah,” tegasnya.
Amri juga menyoroti masih adanya jaksa yang menyamakan pekerja migran dengan komoditas.
“PMI itu objek yang harus dilindungi. Bukan komoditas, bukan seperti eksplorasi tambang. Ini menunjukkan minimnya pemahaman terhadap UU No.18 Tahun 2017,” ujarnya.
Amri menyebut pihak yang seharusnya dikritisi justru para pelaku penempatan ilegal yang berkedok PMI mandiri.
“Banyak lembaga pelatihan yang melakukan penempatan nonprosedural. Alasannya kembali ke majikan, padahal majikan baru. Tidak ada perlindungan, tidak ada kontrak, tidak ada jaminan,” ungkapnya.
Ia mengklaim memiliki bukti adanya pengiriman PMI nonprosedural ke Arab Saudi.
Komnas LP-KPK mendesak Menteri PPMI, Mukhtarudin, segera menerbitkan peraturan mengenai pembukaan kembali layanan dokumen PMI domestik tujuan Arab Saudi melalui sistem Syarikah.
“Tidak perlu menunggu MoU selama Arab Saudi memiliki regulasi perlindungan pekerja asing dan jaminan sosial sesuai amanat Pasal 31 ayat 1 dan 3 UU 18/2017,” tegas Amri.
(Joko/Red)



