BATAM | Clickindonesiainfo.id — Sejumlah perusahaan subkontraktor (subcon) lokal menilai CCYRI tidak menunjukkan iktikad baik dalam penyelesaian pembayaran pekerjaan. Selain nilai proyek yang dipotong drastis, beberapa pekerjaan tambahan disebut tidak dibayar tanpa alasan yang jelas.
Didesak Teken Perjanjian yang Dinilai Merugikan
Perwakilan subcon mengungkapkan bahwa pihaknya dipaksa menandatangani dokumen perjanjian yang berisi sejumlah pasal yang dinilai “menjebak” dan berpotensi membungkam hak penagihan.
“Perjanjian itu jelas tidak adil. Kami didesak untuk tanda tangan. Sudah dua kali kami layangkan somasi, dua kali juga tidak mereka pedulikan,” kata salah satu perwakilan subcon.
Sumber internal yang menangani perkara ini juga menyoroti adanya dugaan tekanan balik terhadap kontraktor lokal. Bahkan, seorang pengacara yang disebut mewakili CCYRI diduga mencoba mengalihkan isu dan menekan pihak subcon agar menghentikan upaya penagihan.
Pemotongan Nilai Proyek Dinilai Tidak Wajar
Berdasarkan dokumen yang diterima redaksi, nilai proyek yang awalnya mencapai Rp 5,65 miliar disebut tiba-tiba dipangkas menjadi Rp 2,4 miliar. Pemotongan yang dinilai “brutal” itu dilakukan tanpa proses evaluasi teknis yang layak dan tanpa konsultasi dengan kontraktor pelaksana.
Beberapa poin yang dikeluhkan antara lain:
1. Retensi sebesar Rp 250 juta ditahan tanpa alasan yang jelas.
2. Pekerjaan test pile dan retensi senilai lebih dari Rp 1,5 miliar belum dibayar.
3. Pembayaran pekerjaan tambahan, termasuk pemecahan jalan dan pemindahan tiang pancang dengan alat berat, tidak sesuai kesepakatan.
4. Kesepakatan biaya stand-by alat berat sebesar Rp 1,2 miliar yang sudah ditandatangani kembali diingkari.
KETIKA dilakukan penagihan, pihak CCYRI disebut kerap mengalihkan isu, berdalih tidak memahami substansi tagihan, atau memberikan jawaban yang tidak konsisten.
Respons Terbatas dari CCYRI
Saat dikonfirmasi tim media, seseorang yang mengaku sebagai pengacara PT CCYRI hanya menyatakan rencana melayangkan somasi balik kepada perusahaan subcon yang memberikan informasi ke media. Tak ada penjelasan lebih lanjut terkait substansi persoalan yang dilaporkan.
Ketua Umum Aliansi LSM Ormas Peduli Kepri, Ismail Ratusimbangan, yang dimintai tanggapan, menilai persoalan serupa sudah berulang dan menjadi pola yang merugikan kontraktor lokal.
“Bukan sekali ini perusahaan Tiongkok tidak membayar subcon lokal. Ini keterlaluan,” ujar Ismail.
Menurutnya, persoalan tidak berhenti pada pihak asing saja. Ada dugaan keterlibatan oknum dalam negeri yang memberi ruang bagi praktik-praktik seperti ini. “Ada dugaan kuat bahwa bangsa kita sendiri mengajarkan mereka berbuat demikian,” tegasnya.
Ismail menyatakan pihaknya siap menggelar aksi damai dan mendesak DPRD Kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mengusut persoalan ini.
“Kita ingin tahu siapa orang Indonesia yang menjadi penghianat di PT CCYRI. Anak bangsa tidak boleh dilecehkan oleh perusahaan asing yang cari makan di Indonesia,” ujarnya.
BP Batam Diminta Tidak Diam
Publik dan para pelaku usaha lokal meminta BP Batam turun tangan menyelesaikan masalah ini. Sikap diam dinilai dapat membuka ruang praktik merugikan dan mengikis kepercayaan terhadap proyek strategis yang tengah dibangun di Nongsa, termasuk pengembangan Digital Park yang selama ini dibanggakan.
Hingga berita ini diturunkan, BP Batam belum memberikan tanggapan resmi atas laporan dan keluhan para subcon. (Gun/Tim)






