Foto: istimewa (cii, ilustrasi) |
Pasuruan | Clickindonesiainfo.id – Nama baik LSM dan tokoh agama kembali tercoreng. Seorang oknum yang mengaku sebagai Gus dan mengatasnamakan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap sejumlah pihak di wilayah Pasuruan dan sekitarnya.
Bukan hanya menyalahgunakan nama LSM, oknum ini juga menggunakan gelar kehormatan “Gus”—yang lazim disematkan pada putra kiai atau tokoh pesantren—untuk mengintimidasi dan memaksa korban menyerahkan sejumlah uang.
Sebuah artikel yang dimuat di situs bicara-indonesia.com mengangkat sepak terjang oknum tersebut. Namun yang membuat gaduh, media tersebut hanya menulis “LSM yang ngaku sebagai Gus” tanpa menyebut identitasnya secara terang. Hal ini justru memicu spekulasi dan keresahan di tengah masyarakat.
"Assalamualaikum Gus, sinten iki kok sembrono Gus," tulis wartawan yang langsung mengonfirmasi kepada Gus Lukman, Ketua LSM Garda Pantura.
Gus Lukman membantah keras keterlibatan dirinya dan menyayangkan penggunaan gelar tersebut oleh oknum tidak bertanggung jawab.
“Kalau namanya Gus, gak seperti itu. Di pundaknya ada tanggung jawab besar yang harus dijaga. Kecuali memang ‘gus-gus’an’,” tegasnya dalam pesan yang diperoleh redaksi Click Indonesia Info.id.
Pernyataan ini menegaskan bahwa tidak sembarang orang bisa menyandang gelar “Gus”, karena gelar itu lahir dari tradisi, bukan pengakuan pribadi.
Pernyataan paling keras datang dari Misbah, Ketua LSM Gajah Mada Pasuruan. Ia meminta media dan masyarakat lebih berani dalam mengungkap identitas oknum tersebut agar tidak menimbulkan fitnah terhadap tokoh agama sungguhan.
“Gelar Gus itu bukan hanya panggilan, tapi simbol kehormatan. Kalau ada yang menyalahgunakannya, apalagi untuk memeras, itu bukan cuma mencoreng agama, tapi juga melecehkan tradisi pesantren,” ujar Misbah.
Ia mendesak media agar tak setengah hati dalam membongkar fakta.
“Kalau berani memberitakan, ya harus berani juga ungkap siapa pelakunya. Jangan sampai publik dibuat bingung dan tokoh-tokoh yang tidak terlibat malah ikut tercemar,” katanya.
Fenomena oknum LSM gadungan yang berkedok moralitas, membawa-bawa nama tokoh agama, dan memanfaatkan kelemahan korban untuk meraup keuntungan pribadi sudah lama menjadi borok sosial yang belum tertangani serius.
LSM asli dan tokoh agama pun kini mulai bersuara lantang. Mereka menegaskan bahwa penggunaan simbol agama untuk tujuan kriminal adalah kejahatan ganda—mengkhianati masyarakat, sekaligus menodai nilai luhur yang seharusnya dijaga.(Ipung/Jack)