Bandar Lampung,Clickindonesiainfo.id – Suasana panas mewarnai lambatnya proses hukum terhadap enam laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2022–2023 yang sudah berkekuatan temuan negara dan memiliki nomor Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) masing-masing. Namun hingga kini, tidak satu pun dari laporan tersebut diungkap atau ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Ketua Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Provinsi Lampung, Ahmad Yusuf, menyampaikan kritik keras terhadap Kejati. Ia menilai proses hukum terkesan mandek dan melempem.
“Dari enam laporan yang kami ajukan sejak 25 September 2024, belum satu pun yang ditindaklanjuti secara jelas. Ini melemahkan semangat pelapor dan mencederai semangat pemberantasan korupsi,” ujarnya, Sabtu (01/06/2025).
Ahmad Yusuf menolak permintaan data tambahan dari Kejati yang menurutnya tak berkesudahan dan tidak proporsional. Ia menilai hal ini sebagai bentuk tekanan terhadap LSM pelapor.
“Kami ini lembaga independen! Tugas kami melapor, bukan melayani permintaan data tanpa batas. Kalau semua harus dari kami, lalu apa kerja penyidik?” tegasnya.
Surat Permintaan Tambahan Data dari Kejati yang Dipersoalkan LP-KPK:
1. Dugaan Korupsi Dinas PPKBPPPA Lampung Barat
(Surat B-1720/L.8.5/Fs/03/2025, 18 Maret 2025)
2. Dugaan Korupsi APBD Pemkab Lampung Utara Tahun Anggaran 2023
(Surat B-2216/L.8.5/FS/04/2025, 22 April 2025)
3. Dugaan Korupsi di PUPR dan Sekretariat DPRD Pesisir Barat
(Surat dengan nomor dan tanggal yang sama)
4. Dugaan Korupsi di Pemkab Tanggamus
5. Dugaan Korupsi di Pemkab Pesawaran
6. Dugaan Korupsi di Pemkot Bandar Lampung
Ahmad Yusuf menilai permintaan data susulan yang dilakukan secara berulang ini hanya menjadi alat untuk memperlambat proses hukum.
“Kami bukan kaki tangan kejaksaan. Ini negara hukum, bukan negara pesanan! Jangan paksa LSM tunduk atas nama koordinasi kalau ujungnya hanya memperlambat!” tegasnya lantang.
Pernyataan tegas LP-KPK ini pun mengundang reaksi dari kalangan aktivis antikorupsi dan pemerhati hukum di Lampung. Banyak pihak menilai sikap Ahmad Yusuf sebagai bentuk perlawanan terhadap praktik "pingpong data" yang membuat penanganan kasus korupsi berjalan di tempat.
Kini, publik menanti langkah nyata dari Kejati Lampung: akankah mereka benar-benar menuntaskan enam laporan korupsi bernomor resmi dari BPK, atau justru ikut terseret arus birokrasi yang mengubur semangat pemberantasan korupsi?
(RED)