Iklan VIP

Redaksi
Senin, 02 Juni 2025, 06:34 WIB
Last Updated 2025-06-01T23:38:09Z
Dana BosNasionalPendidikan

Bayangkan Jika Dana BOS Dikelola Lewat Blockchain: Transparansi Total atau Ancaman Bagi Oknum Kepala Sekolah?




Oleh: Tim Investigasi Click Indonesia Info.


Clickindonesiainfo.id - Di tengah riuhnya jargon “pendidikan gratis”, realita di lapangan justru menyajikan ironi. Tak sedikit sekolah negeri yang berubah menjadi ladang subur bagi praktik pungutan liar. Dengan dalih “sumbangan sukarela”, para orang tua murid kerap dipaksa menyetor uang—mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Semua ini terjadi di tengah gelontoran dana triliunan rupiah setiap tahun dari negara melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Lalu, ke mana sebenarnya dana BOS itu mengalir?

Bayangkan: BOS Dikelola dengan Blockchain

Mari bayangkan satu skenario ekstrem: bagaimana jika seluruh pengelolaan dana BOS dilakukan secara digital, transparan, dan tidak bisa dimanipulasi—menggunakan teknologi blockchain?

Transparansi yang Tak Bisa Dimanipulasi

Blockchain bukan sekadar istilah populer dari dunia kripto. Ini adalah teknologi pencatatan digital yang bersifat permanen, tidak dapat diubah sembarangan, dan terhubung satu sama lain dalam sistem blok yang bisa dilihat publik secara real-time.

Dalam konteks sekolah, ini berarti setiap rupiah dari dana BOS—mulai dari pembelian alat tulis, perbaikan bangunan, hingga gaji petugas kebersihan—dapat dilacak secara terbuka oleh siapa pun.

Orang tua murid tak perlu lagi bertanya-tanya, "Kenapa sekolah masih minta sumbangan, padahal sudah ada BOS?"
LSM dan jurnalis tak perlu menunggu laporan keuangan yang tertutup. Semuanya tersaji di layar: lengkap, permanen, dan tak bisa dihapus.

Siapa yang Akan Ketakutan?

Bukan murid. Bukan guru. Bukan juga orang tua. Justru mereka semua akan diuntungkan.

Yang patut merasa was-was adalah:

Kepala sekolah yang terbiasa “main proyek”.

Komite yang selama ini jadi jembatan pungli.

Pejabat dinas pendidikan yang nyaman bermain di zona abu-abu.

Dengan sistem berbasis blockchain, semua praktik kotor itu tak bisa lagi disembunyikan. Tak ada lagi uang yang bisa “menghilang” tanpa jejak.

Apakah Ini Mungkin?

Sangat mungkin. Beberapa negara, seperti Estonia, bahkan telah menerapkan teknologi blockchain dalam layanan publik mereka.

Di Indonesia, ide ini mungkin terdengar futuristik. Tapi justru karena sistem manual kita penuh celah, inilah saatnya untuk melakukan lompatan digital yang berani.

Tentu, ada tantangan:

SDM sekolah harus melek teknologi.

Infrastruktur digital perlu dipersiapkan.

Regulasi harus diperbarui.


Namun, tantangan teknis bukan hambatan utama. Yang lebih besar justru ketakutan dari mereka yang selama ini nyaman dalam kegelapan laporan keuangan.

Ini Bukan Sekadar Soal Teknologi

Ini soal political will. Apakah negara benar-benar mau memastikan uang rakyat digunakan untuk mendidik anak bangsa, bukan untuk dijadikan bancakan?

Jika jawabannya “ya”, maka blockchain bukan sekadar mimpi—ia adalah solusi.


Karena jika pungutan liar bisa disamarkan dengan istilah “sumbangan”, maka mungkin hanya teknologi yang tak bisa diajak kompromi yang mampu membongkar semuanya.

Tim investigasi: Saiful Anwar