Iklan VIP

Redaksi
Sabtu, 24 Mei 2025, 14:04 WIB
Last Updated 2025-05-24T07:07:59Z
JatimLapasLapas Sidoarjo

Skandal di Balik Jeruji, Dugaan Bebasnya Napi Gunakan Handphone di Lapas Kelas IIA Sidoarjo, Humas Diduga Menutup-nutupi Fakta

Foto: ilustrasi napi pegang hp



Sidoarjo,Clickindonesiainfo.id – Di balik tembok tinggi dan kawat berduri Lapas Kelas IIA Sidoarjo, sebuah ironi tengah terjadi. Aturan yang seharusnya menjadi benteng disiplin diabaikan—para narapidana diduga bebas menggunakan handphone di dalam sel. Aktivitas ilegal ini bertolak belakang dengan aturan ketat dalam sistem pemasyarakatan yang melarang keras narapidana membawa dan memakai alat komunikasi.

Investigasi awak media mengungkapkan adanya aktivitas mencurigakan dari dalam lapas. Pada Jumat (23/05/2025), salah satu narapidana terlihat aktif berkomunikasi melalui pesan instan dengan seseorang di luar penjara. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: jika larangan penggunaan handphone benar-benar ditegakkan, bagaimana mungkin hal ini terjadi?

Ketika dikonfirmasi, Kalapas Disri Wulan Agus Tomo tidak berada di tempat. Pihak Humas, Febri, memberikan pernyataan resmi yang mengelak dari tuduhan tersebut. “Baru-baru ini kami sudah melakukan operasi penggeledahan di setiap blok kamar. Tidak ditemukan handphone. Semua narapidana dinyatakan bersih. Kami pun telah menyediakan wartel sebagai fasilitas komunikasi resmi bagi warga binaan,” ujar Febri.

Namun, pernyataan tersebut seolah dimentahkan oleh realita di lapangan. Kuat dugaan, ada oknum petugas dan napi yang ‘bermain mata’ untuk melanggengkan akses ilegal ini. Informasi yang dihimpun menyebutkan, napi tertentu yang ditunjuk menjadi tamping (napi kepercayaan) bahkan memiliki keleluasaan lebih besar. Uang disebut-sebut menjadi alat pembungkam dan pelindung praktik terlarang ini, termasuk terhadap pihak media.

Padahal, berdasarkan Pasal 26 huruf i Permenkumham No. 8 Tahun 2024 dan Pasal 10 huruf l Permenkumham No. 6 Tahun 2013, narapidana dilarang memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi, termasuk handphone. Pelanggaran terhadap aturan ini seharusnya dikenai sanksi berat, seperti pengasingan dalam sel khusus hingga pencabutan hak remisi.

Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dan kemungkinan adanya pembiaran terstruktur di dalam Lapas Kelas IIA Sidoarjo. Jika benar, maka yang terjadi bukan hanya pelanggaran disiplin, melainkan pembusukan sistem yang merusak esensi pemasyarakatan itu sendiri.

Apakah pihak Kemenkumham akan tutup mata atau berani mengusut hingga ke akar? Waktu yang akan menjawab, namun publik berhak tahu: siapa yang bermain di balik jeruji? (Red)