Pasuruan,Clickindonesiainfo.id - Deby Afandi harus menghadapi kenyataan pahit dalam sengketa hukum terkait merek bantal Harvest. Meski memenangkan gugatan perdata, ia tetap dijatuhi hukuman pidana penjara dalam perkara yang sama—sebuah paradoks hukum yang menyita perhatian.
Deby diketahui memproduksi dan menjual bantal merek Harvest sejak 2019. Namun, pada 2023, sehari setelah sertifikat merek dagang Harvestluxury diterbitkan, ia digugat oleh pemilik merek tersebut, Fajar. Kasus ini mengingatkan pada perkara serupa yang pernah ia alami dengan merek bantal Dafa, yang berhasil mendatangkan keuntungan hingga Rp200 juta. Dalam sengketa Harvest, Deby awalnya dituntut membayar Rp12 miliar, lalu turun menjadi Rp1,16 miliar—jumlah yang tetap tak sanggup ia bayarkan.
Ia kemudian disangkakan melanggar Pasal 100 ayat (2) jo Pasal 102 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, karena dianggap menggunakan merek dagang milik Andrie Wongso yang telah dialihkan kepadanya. Dalam proses penyidikan, istrinya, Daris Nur Fadhilah, sempat pula ditetapkan sebagai tersangka, namun berhasil menggugurkan status itu melalui praperadilan di PN Kota Pasuruan.
Perkara ini berjalan panjang—20 kali persidangan. Pada 31 Januari 2025, hakim memutuskan Deby hanya dijatuhi denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan jika tak dibayar. Deby menerima putusan tersebut, tetapi jaksa mengajukan banding.
Putusan banding keluar pada 29 April 2024, memperberat vonis menjadi 10 bulan penjara dan denda tetap Rp50 juta. Namun, Deby dan tim hukumnya baru mengetahuinya pada 16 Mei, setelah melewati batas waktu pengajuan kasasi. Pengadilan Negeri Kota Pasuruan mengklaim telah mengirimkan pemberitahuan via WhatsApp—bukan surat resmi seperti seharusnya—dan tak dapat menunjukkan bukti pengiriman.
Ironisnya, Deby baru saja memenangkan perkara perdata yang membatalkan merek Harvestluxury, dengan alasan pendaftaran merek tersebut dilakukan tanpa iktikad baik. Namun, kemenangan itu tak menghapus putusan pidana. Pada Selasa, 10 Juni, ia dijemput jaksa dan dikirim ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani hukuman.
Kini, meski tengah menempuh Peninjauan Kembali (PK) dengan bukti baru, Deby tetap harus menjalani masa tahanannya—menggambarkan betapa peliknya pertarungan antara keadilan perdata dan vonis pidana dalam sistem hukum kita.(Jack)