MALANG,Clickindonesiainfo.id — Mantan Ketua PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar, menegaskan bahwa gerakan istighosah mujahadah yang belakangan marak dilakukan oleh warga NU bukan merupakan inisiatif pribadi atau kelompok tertentu, melainkan murni bentuk kepatuhan terhadap perintah para masyayikh. Hal itu ia sampaikan dalam wawancara khusus bersama Jatim Satu News pada 2 Desember 2025 di kediaman Gus Hilal Fahmi, Jalan Ronggolawe 36, Pagentan, Singosari, Malang.
“Saya santri. Pokoknya diperintah budal, ya budal. Latar belakangnya apa, saya hanya menjalankan apa yang diperintahkan para masyayikh,” ujar KH Marzuki. Ia menambahkan bahwa para masyayikh yang berkumpul di berbagai lokasi memberikan arahan serupa, sehingga gerakan istighosah ini menjadi bentuk kepatuhan dan keseragaman warga NU. “Ini bukan inisiatif kami. Kami hanya menjalankan dawuh. Ketika perintah sudah mutawatir, berarti valid dan bisa dilaksanakan,” tegasnya.
Saat disinggung terkait kondisi NU yang dinilai sebagian pihak sedang memanas dan memprihatinkan, KH Marzuki menolak mengaitkan gerakan istighosah dengan situasi tersebut. Baginya, persoalan prihatin atau tidak adalah ranah para masyayikh. “Prihatin atau tidak, Masyaikh yang tahu. Kami hanya menjalankan perintah,” ucapnya. Ia juga menegaskan bahwa warga NU di akar rumput tidak memiliki kapasitas untuk mengusulkan sesuatu terkait dinamika organisasi, karena hal itu hanya dapat dilakukan oleh mereka yang berada di forum resmi seperti muktamar. “Kami ini orang-orang yang hanya bisa berdoa. Usul lopo? Yang bisa usul ya orang yang ikut muktamar,” katanya.
Dalam kesempatan itu, KH Marzuki juga menyampaikan harapannya agar kondisi NU tetap adem dan terhindar dari friksi. Ia menginginkan seluruh pengurus NU, mulai dari tingkat pusat hingga ranting, benar-benar berkhidmat dengan tulus. “Saya itu cuma berangan-angan, pengurus NU di semua tingkatan itu tulus kepada Allah. Ikhlas. Tidak ada niat yang macam-macam,” tuturnya. Ia menambahkan bahwa pemimpin NU idealnya memiliki rekam jejak baik, kapasitas mumpuni, dan pengalaman yang cukup. Ia mengkritisi fenomena munculnya tokoh yang tiba-tiba menduduki posisi strategis tanpa pengalaman memadai. “Kalau belum punya pengalaman, jangan langsung jadi top leader. Moro-moro naturalisasi, langsung jadi bendahara umum, ya kacau,” ujarnya sembari tersenyum.
Terkait kondisi bangsa yang tengah dilanda berbagai bencana alam, KH Marzuki menilai bahwa istighosah juga menjadi bagian dari tanggung jawab spiritual warga NU. Menurutnya, doa dan munajat merupakan ikhtiar moral yang harus terus dijaga di tengah situasi nasional yang tidak baik-baik saja. Meski tidak mengomentari friksi di tingkat pusat, ia menegaskan bahwa warga NU tetap fokus pada panggilan kemanusiaan untuk membantu sesama.
Lebih lanjut, KH Marzuki menilai NU memiliki peran penting dalam memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemegang kekuasaan, terutama terkait isu kebencanaan. Namun ia menekankan bahwa rekomendasi tersebut harus melibatkan para ilmuwan dan akademisi lintas bidang agar keputusan yang dihasilkan tepat sasaran. “Harus ada orang-orang yang qualified. Profesor kelautan, ilmuwan, ahli kebencanaan, semua dilibatkan. Biar keputusannya tepat,” tegasnya.
KH Marzuki menutup wawancara dengan menekankan bahwa ketaatan terhadap masyayikh dan sikap tulus dalam berkhidmat adalah fondasi penting NU dalam menghadapi dinamika internal maupun persoalan kebangsaan. Gerakan istighosah mujahadah menjadi wujud nyata bagaimana tradisi spiritual tetap menjadi pegangan utama warga NU dalam merespons berbagai situasi yang berkembang.(Jack)



